A. Penilaian
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 menjelaskan bahwa
penilaian ditujukan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik
serta sebagai bahan dalam penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan
perbaikan proses belajar yang dilakukan secara konsisten, sistematik dan
terprogram. Penilaian dapat berbentuk tes dan non-tes; tertulis dan lisan;
pengamatan kerja; pengukuran sikap dan penilaian hasil karya berupa tugas,
proyek, produk, portofolio dan penilaian diri. Tujuan penilaian meliputi 4 hal,
yaitu:
1.
Menelusuri kesesuaian
rencana dan tujuan pembelajaran (keeping
track);
2.
Mengecek
kelemahan dan kekurangan pembelajaran (checking
up);
3.
Mencari dan
menemukan kekurangan pembelajaran (finding
out); dan
4.
Menyimpulkan
apakah siswa telah mencapai kompetensinya (summing
up).
Dalam memberikan penilaian, guru diharapkan mampu
mencari dan menyusun penilaian yang dapat menuntut siswa menunjukan
kemampuannya secara nyata. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
penilaian dilakukan meliputi aspek kognitif, afektif (sikap) dan psikomotorik.
penilaian dilakukan meliputi aspek kognitif, afektif (sikap) dan psikomotorik.
Berbeda dengan pengukuran yang bersifat numerik,
penilaian dilakukan secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang
proses dan hasil yang dicapai anak didik dalam kegiatan belajar.
B. Kognitif,
Afektif, dan Psikomotorik
Menurut Benyamin S. Bloom, ranah kognitif merupakan
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak, khususnya kemampuan berpikir.
Penilaian aspek kognitif dimaksudkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar
dari segi intelektualitas, yaitu
kemampuan menggali dan mengolah informasi atau pengetahuan. Kemampuan kognitif
terdiri dari enam jenjang proses berfikir, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge),
yaitu kemampuan mengingat kembali (recall)
atau mengenali kembali nama, ide, istilah, rumus dan sebagainya. Pengetahuan
atau ingatan merupakan proses berpikir paling rendah.
2. Pemahaman (comprehension),
yaitu mengetahui sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Kemampuan
pemahaman dibagi menjadi menerjemahkan (translation),
menginterpretasi (interpretation) dan
mengeksploitasi (exploration).
3. Penerapan (application),
yaitu kemampuan menerapkan atau menggunakan ide umum, metode, prinsip dan
sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret.
4. Analisis (analysis),
yaitu kemampuan merinci atau menguraikan bahan atau keadaan menurut bagian yang
lebih kecil dan mampu memahami hubungan antara bagian atau faktor. Analisis
dibagi menjadi yaitu analisis unsur (merumuskan asumsi); analisis hubungan (mengenal
unsur dan pola hubungan); dan analisis prinsip terorganisasi (menganalisis
pokok yang melandasi tatanan suatu organisasi).
5. Sintesis (syntesis),
yaitu proses memadukan bagian-bagian secara logis sehingga menjadi satu pola
berstruktur/berpola baru.
6. Penilaian (evaluation),
yaitu kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau
ide.
Keenam jenjang di atas berkelanjutan dan tumpang
tindih dimana aspek yang lebih tinggi, evaluasi, meliputi aspek lainnya. Maka kemampuan
kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang
sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai tingkat yang paling tinggi,
evaluasi. Aspek kognitif dapat diukur melalui tes atau pertanyaan lisan di
kelas, pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non-obyektif atau uraian bebas,
jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portofolio dan performance.
Namun pada umumnya metode penilaian yang digunakan
saat ini hanya mengukur beberapa kemampuan kognitif tingkat rendah seperti
pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Padahal jika semua jenjang
kemampuan kognitif diterapkan secara keseluruhan dan terus menerus, akan
menghasilkan metode penilaian yang lebih baik.
Beberapa soal yang digunakan dalam mengukur kemampuan
kognitif siswa umumnya bersifat tertutup, seperti “Tahun berapakah Perang
Diponegoro terjadi?”. Selain jawaban yang bersifat tertutup biasanya siswa
tidak diperkenankan membuka buku (close
book). Soal tersebut hanya akan membuat siswa menghafal teks dalam buku dan
mengabaikan kemampuan kognitif lainnya. Padahal menghafal atau kemampuan
mengingat kembali merupakan kemampuan kognitif jenjang terendah.
Berbeda dengan bentuk pertanyaan berikut, “Mengapa
Pangeran Diponegoro memutuskan untuk menyerah kepada Belanda?”. Pertanyaan demikian
merupakan jenis pertanyaan terbuka dimana siswa dapat mengeksplorasi berbagai
kemampuan kognitif mereka sehingga menghasilkan penilaian yang lebih akurat.
Berikut ini dipaparkan hubungan jenjang kemampuan
kognitif dengan tujuan kegiatan belajar.
No
|
Tingkatan
|
Deskripsi
|
Contoh
|
1
|
Pengetahuan
|
Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi,
nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll.
|
·
Mengemukakan arti
·
Menentukan lokasi
·
Mendeskripsikan sesuatu
·
Menceritakan apa yang terjadi
·
Menguraikan apa yang terjadi
|
2
|
Pemahaman
|
Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor,
antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan
|
·
Mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan kata-kata
sendiri
·
Membedakan atau membandingkan
·
Menginterpretasi data
·
Mendeskripsikan dengan kata-kata
·
Menjelaskan gagasan pokok
·
Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
|
3
|
Aplikasi
|
Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan
masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
|
·
Menghitung kebutuhan
·
Melakukan percobaan
·
Membuat peta
·
Membuat model
·
Merancang strategi
|
4
|
Analisis
|
Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu
masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian
tersebut
|
·
Mengidentifikasi factor penyebab
·
Merumuskan masalah
·
Mengejukan pertanyaan untuk mencari informasi
·
Membuat grafik
·
Mengkaji ulang
|
5
|
Sintesis
|
Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi
satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu
hal yang baru
|
·
Membuat desain
·
Menemukan solusi masalah
·
Menciptakan produksi baru
|
6
|
Evaluasi
|
Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah,
baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat
|
·
Mempertahankan pendapat
·
Membahas suatu kasus
·
Memilih solusi yang lebih baik
·
Menulis laporan
|
Kemampuan afektif yang berkaitan
dengan minat dan sikap ini, erat hubungannya dengan emosi anak didik. Jika
kemampuan afektif pada anak tidak tumbuh atau muncul, maka efeknya secara tidak
langsung si anak tidak dapat menyenangi atau fokus atau merespon dengan baik
terhadap mata pelajaran yang diajarkan atau diberikan. Sehingga kemampuan ini
sangat perlu untuk diperhatikan secara lebih oleh tenaga pendidik maupun orang
tua terhadap anak didik.
Kemampuan afektif dibagi kedalam lima jenjang menurut
Taksonomi Bloom (1956), yaitu:
1.
Receiving atau attending : (menerima atau memeperhatikan), adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah,
situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah
kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyelesaikan
gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Contoh hasil belajar ranah
afektif receiving adalah peserta didik memperhatikan gerakan-gerakan sholat
yang dilakukan oleh orang muslim.
2.
Responding
(menanggapi) mengandung arti "adanya parsitipasi aktif". Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dalam membuat
reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi dari pada jenjang
receiving. Contoh hasil balajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau mengenali lebih dalam
lagi ajaran-ajaran Islam tentang tata cara melakukan sholat.
3.
Valuing
(menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap sesuatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi dri pada
receiving atau responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mampu menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka
telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.
Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan
"itu adalah baik", maka ini berarti bahwa peserta didik telah
menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah
stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya keinginan yang kuat pada diri peserta didik untuk melakukan ibadah
sholat ketika waktu sholat itu tiba, dimanapun dia berada.
4.
Organization
(mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai
sehingga membentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu
sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai yang
lain. Pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai
afektif jenjang organization adalah
peserta didik melaksanakan sholat wajib lima waktu sesuai dengan yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW.
5.
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek
nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini
proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki
nilai . nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya menjadi sebuah kebiasaan diri. Contoh daari nialai
afektif ini adalah peserta didik menjadi terbiasa melakukan sholat wajib lima
waktu tanpa harus ada perintah dari orang lain.
Kemampuan afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena kemampuan yang dinilai dalam ranah
afektif adalah:
1.
Menerima (memperhatikan),
meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan
perhatian.
2.
Merespon,
meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam
merespon, mematuhi peraturan.
3.
Menghargai,
meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap
nilai.
4.
Mengorganisasi,
meliputi mengkonseptualisasi nilai, mamahami hubungan abstrak, mangorganisasi
sistem suatu nilai.
Penilaian afektif memiliki tujuan utama yaitu
mengetahui karakter siswa dalam proses pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat
dibagi menjadi tiga bagian menurut Chatib (2012), yaitu:
1.
Penilaian pada
saat proses belajar sedang berlangsung. Pemberi nilai dalam kondisi ini
dilakukan oleh guru kelas. Output-nya berbentuk laporan perkembangan siswa.
2.
Penilaian di
luar proses belajar di dalam sekolah. pemberi nilai adalah semua guru di
sekolah yang berkesempatan memantau sikap siswa. Laporannya berbentuk buku
poin, buku pintar, dll.
3.
Penilaian di
luar sekolah atau di rumah. pemberi nilai adalah orang tua. Laporannya
berbentuk buku penyembung atau penghubung.
Penilaian afektif pada saat proses belajar adalah
bagaimana sikap, respons, dan minat siswa terhadap proses belajar. Indikator
penilaian afektif ini jumlahnya bermacam-macam, namun minimal harus memenuhi
persyaratan indikator:
1.
Sikap siswa
terhadap dirinya sendiri selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah
kehadiran siswa.
2.
Sikap siswa
dalam hubungan dengan guru selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah
perhatian terhadap guru pada saat proses belajar berlangsung.
3.
Sikap siswa
dalam hungungan dengan teman-temannya selama proses belajar. Contoh
indikatornya adalah sikap siswa terhadap teman-temannya pada saat proses
belajar berlangsung (membuat keributan, mengajak ngobrol temannya, menjahili
temannya, dll).
4.
Sikap siswa
dalam hubungan dengan lingkungannya selama proses belajar. Contoh indikatornya
adalah sikap siswa terhadap kebersihan kelas.
5.
Respon siswa
terhadap materi pembelajaran. Contoh indikatornya adalah motivasi dan
partisipasi siswa dalam materi pembelajaran.
Penialaian afektif di luar proses belajar adalah
penilaian terhadap sikap dan perilaku siswa dipandang dari sikap internal dan
hubungannya dengan lingkungan sekolah yang lain. Umumnya perilaku ini dibagi
menjadi dua, yaitu perilaku baik atau buruk. kumpulan nilai perilaku ini
dibukukan menjadi buku tertentu, misalnya dengan nama Buku Akhlaq, Buku Pandai,
Buku Perilaku, dsb.
Contoh kasusnya, saat jam istirahat ada dua siswa yang
berkelahi, anta A dan B. Guru yang melihat kejadian tersebut (utamanya guru
kelas) harus mencatat dalam buku afektif atau perilaku milik kedua siswa
tersebut, yang dicatat adalah pelaku dan kejadian yang terjadi. Sebaliknya,
jika yang terjadi adalah kejadian yang baik, maka sang guru juga harus mencatatnya.
Siswa pun harus mengetahui bahwa perilaku mereka dicatat dalam buku afektif
tersebut.
Buku tersebut dapat berupa tabel dengan isi kolom
nomor, nama, tanggal, perilaku (baik dan buruk). Buku tersebut untuk setiap
anak. Atau sekolah dapat mengkombinasikan pemberian poin merah umtuk perbuatan
tidak baik dan poin biru untuk perbuatan baik. kemudian, hasil poin biru atau
merah dalam jumlah tertentu akan mendapat apresiasi dan konsekuensi edukasi
bagi siswa bersangkutan.
Penilaian afektif di rumah, biasanya dilakukan oleh
orang tua untuk mengisi buku penyambung yang memuat kebiasaan-kebiasaan baik
siswa di rumah, misalnya perilaku kebiasaan siswa sholat wajib berjamaah,
membaca Al-Qur'an, membantu orang tua, pergi ke masjid, dsb.
Kemampuan psikomotorik ini erat kaitannya dengan
kemampuan anak dalam menggerakkan dan menggunakan otot tubuhnya, kinerja,
imajinasi, kreativitas, dan karya-karya intelektual (Chatib 2012). Beberapa
contoh kegiatannya yaitu berenang, menari, melukis, menendang, berlari,
melakukan gerakan sholat sampai dengan gerakan ibadah haji, dsb. Penilaian
psikomotorik dapat dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan pada saat
kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil
belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu:
1.
Imitasi adalah
kemampuan melakukan kegiatankegiatan sederhana dan sama persis dengan yang
dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat
memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang
sama sebelumnya.
2.
Manipulasi
adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi
berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh,seorang peserta
didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau
teori yang dibacanya.
3.
Kemampuan
tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat
sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik
dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
4.
Kemampuan pada
tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat
sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta
didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola
sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat
melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat
serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.
5.
Kemampuan pada
tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni
kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai
contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian
memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang
diinginkan.
Alat penilaian psikomotorik meliputi (Chatib 2012):
1.
Tes kertas dan
pensil, tujuannya adalah untuk melihat kemampuan siswa dalam menampilkan karya.
Misalnya, desain alat, desain grafis, dan karya sastra.
2.
Tes
identifikasi, tujuannya untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengidentifikasi
sesuatu. Misalnya, kemampuan siswa menemukan unsur-unsur yang terkandung dalam
sampah.
3.
Tes simulasi,
aktivitas yang mencontoh sebuah manajemen yang real untuk disimulasikan dalam
kelas dengan batasan aturan-aturan yang berlaku sebenarnya. Alat peraga yang
dipakai dapat berupa alat tiruan atau imajinatif.
4.
Tes work-sample
and project, tujuannya untuk menunjukkan apakah siswa mampu menggunakan alat
sesungguhnya dalam hubungannya dengan materi pendidikan. Misalnya apakah siswa
dapat menggunakan aplikasi komputer, melakaukan pengamatan dengan mikroskop,
dll.
Penentuan
rubrik penilaian. Contohnya,
jumlah benar dan salahnya siswa mengelompokkan beberapa benda menurut kategori
yang sudah ditentukan (untuk aktivitas pengelompokkan), kualitas ketepatan
alasan yang disampaikan siswa (untuk aktivitas presentasi).
Penentuan angka skala penilaian. Contohnya, skala 1,
2, 3, 4, 5 dengan nilai tertinggi 5 dan terendah 1, dsb.
Pencatatan
hasil aktivitas. Pencatatan ini
dilakukan oleh guru pada saat aktivitas berlangsung, baik secara individu
maupun berkelompok. kemudian aktivitas ini dimasukkan dalam lembaran portofolio
ranah psikomotorik.
Cukup menarik salah satu ungkapan Benjamin S. Bloom
bahwa, hasil penilaian tidak mutlak dan tidak abadi karena siswa terus
berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya. Hal ini menjadi
menarik ketika paradigma pendidikan di Indonesia hanya terkesan berfokus pada
ranah kognitif saja. Dengan kata lain terkesan bahwa parameter keberhasilan
siswa hanya ketika siswa bisa menjawab pertanyaan yang diinginkan guru. Padahal
proses berfikir, sikap dan kreativitas merupakan aspek yang tak kalah penting
sebagai parameter keberhasilan siswa dalam proses belajar.
Salah satu metode yang dapat merekam perkembangan
siswa dari waktu ke waktu adalah metode portofolio. Pengertian portfolio
sendiri secara sederhana adalah laporan lengkap (port; report berarti laporan, dan folio berarti penuh, lengkap, atau panjang). Sebagai suatu wujud
benda fisik, portofolio adalah bundel, yaitu kumpulan atau dokumentasi hasil
pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya hasil tes
awal (pre-test), tugas, catatan
anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil
tes akhir (post-test) dan sebagainya.
Portofolio merupakan collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran
peserta didik, baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill),
maupun sikap (afektif). Portfolio akan merangkum berbagai informasi secara
berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan
dan perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan perserta didik
yang bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajar.
Bentuk-bentuk penilaian portofolio antara lain sebagai
berikut:
1.
Kertas kerja
yang berisi penilaian atas hasil kerja / kegiatan yang di berikan kepada siswa,
tentunya di berikan nilai absolute untuk mempermudah penilaian;
2.
Buku catatan
khusus (anecdotal record) yang
mencatat segala bentuk kejadian mengenai perilaku siswa, khususnya selama
berlangsungnya proses pembelajaran termasuk sosialisasinya;
3.
Respon yang di
berikan siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan;
4.
Tes screening yang berguna untuk
mengidentidfikasi keterampilan siswa setelah pengajaran dilakukan, misalnya:
tes hasil belajar, PR, LKS; atau
5.
Bisa di
tambahkan dengan pemberian ”star” atau bintang untuk siswa yang berhasil
mendapatkan nilai atau penilaian yang baik/excellent
(optional).
Metode penilaian yang selama ini diterapkan di sekolah - sekolah adalah model tes
tertulis atau tes standar yang hanya mengukur tingkat kemampuan kognitif siswa
saja. Berbeda dengan tes standar, portofolio memiliki beberapa kelebihan.
Berikut ini beberapa perbedaan mendasar antara tes standar dan penilaian
portofolio:
No.
|
Penilaian
Portofolio
|
Penilaian
Tes Standar
|
1.
|
Menilai siswa berdasarkan hasil kerja yang berkaitan
dengan kinerja yang dinilai
|
Menilai siswa berdasarkan pencapaian tujuan tertentu
|
2.
|
Siswa ikut serta dalam menilai kemajuan yang dicapai
dalam penyelesaian berbagai tugas yang dinilai
|
Penilaian hanya dilakukan oleh guru berdasarkan
masukan yang terbatas
|
3.
|
Mewujudkan proses penilaian kolaboratif
|
Proses penilaian tidak ada kerjasama antara guru,
siswa dan orang tua
|
4.
|
Bertujuan agar siswa mampu menilai diri sendiri
|
Kemampuan siswa dalam menilai diri sendiri bukan
merupakan tujuan pembelajaran
|
5.
|
Menilai kemajuan, proses dan pencapaian akhir
|
Hanya menilai hasil akhir
|
6.
|
Dapat mengevaluasi kebutuhan, minat, kemampuan
akademik dan karakteristik siswa secara individual
|
Hanya menialai siswa dalam kemampuan kognitif
tingkat rendah
|
7.
|
Mengembangkan potensi siswa dalam melakukan self assessment (keterampilan
menemukan kelebihan dan kekurangannya sendiri serta kemampuan menggunakan
kelebihan dan mengatasi kelemahan merupakan kompetensi dasar yang harus
dimiliki siswa)
|
Memberikan informasi kepada siswa mengenai kemampuan
akademiknya melalui nilai yang diperoleh setelah tes tertentu (formatif,
sumatif, UAN)
|
Aspek yang diukur dalam penilaian portofolio adalah
tiga domain perkembangan psikologi anak yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Jadi tidak ada salahnya jika kita mencoba metoda lengkap dan yang
berdampak positif terhadap perkembangan siswa.
Sumber:
1.
Bloom BS, et al. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. (New
York: David McKay, 1956)
2.
Chatib, Munif.
Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia. Cetakan XV.(Kaifa: Bandung, 2012)
3.
Dave R. 1967. Psychomotor domain. Berlin:
International Conference of Educational Testing.
4.
Warwanto,
Heribertus. Pendidikan Religiositas: gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya.
(Kanisius: Jakarta, 2009).
5.
Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah,
Badan Standar Nasional Pendidikan: Jakarta, 2007).
6.
Felissa , Ria.
Penilaian Dengan Metode Portfolio Pada Anak Didik, Why Not ? Diakses di http://managedaily.co.id/journal/index/category/quality_management/142
7.
Makalah
Penilaian Ranah Kognitif. Diakses di http://dfislover.blogspot.com/2012/10/makalah-penilaian-ranah-kognitif.htmlhttp://dfislover.blogspot.com/2012/10/makalah-penilaian-ranah-kognitif.html, pada 3 April 2013, pukul 9.42 WIB.
8.
Ranah Penilaian
Kognitif dan Psikomotorik. Diakses di http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/, pada 3 april 2013, pukul 9.42 WIB.
0 comments