Penilaian Ideal Proses Belajar

A.    Penilaian

Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 menjelaskan bahwa penilaian ditujukan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik serta sebagai bahan dalam penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan perbaikan proses belajar yang dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram. Penilaian dapat berbentuk tes dan non-tes; tertulis dan lisan; pengamatan kerja; pengukuran sikap dan penilaian hasil karya berupa tugas, proyek, produk, portofolio dan penilaian diri. Tujuan penilaian meliputi 4 hal, yaitu:
1.      Menelusuri kesesuaian rencana dan tujuan pembelajaran (keeping track);
2.      Mengecek kelemahan dan kekurangan pembelajaran (checking up);
3.      Mencari dan menemukan kekurangan pembelajaran (finding out); dan
4.      Menyimpulkan apakah siswa telah mencapai kompetensinya (summing up).

Dalam memberikan penilaian, guru diharapkan mampu mencari dan menyusun penilaian yang dapat menuntut siswa menunjukan kemampuannya secara nyata. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
penilaian dilakukan meliputi aspek kognitif, afektif (sikap) dan psikomotorik.
Berbeda dengan pengukuran yang bersifat numerik, penilaian dilakukan secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang dicapai anak didik dalam kegiatan belajar.

B.     Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
1.      Kemampuan Kognitif
Menurut Benyamin S. Bloom, ranah kognitif merupakan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak, khususnya kemampuan berpikir. Penilaian aspek kognitif dimaksudkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar dari  segi intelektualitas, yaitu kemampuan menggali dan mengolah informasi atau pengetahuan. Kemampuan kognitif terdiri dari enam jenjang proses berfikir, yaitu:
1.      Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat kembali (recall) atau mengenali kembali nama, ide, istilah, rumus dan sebagainya. Pengetahuan atau ingatan merupakan proses berpikir paling rendah.
2.      Pemahaman (comprehension), yaitu mengetahui sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Kemampuan pemahaman dibagi menjadi menerjemahkan (translation), menginterpretasi (interpretation) dan mengeksploitasi (exploration).
3.      Penerapan (application), yaitu kemampuan menerapkan atau menggunakan ide umum, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret.
4.      Analisis (analysis), yaitu kemampuan merinci atau menguraikan bahan atau keadaan menurut bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan antara bagian atau faktor. Analisis dibagi menjadi yaitu analisis unsur (merumuskan asumsi); analisis hubungan (mengenal unsur dan pola hubungan); dan analisis prinsip terorganisasi (menganalisis pokok yang melandasi tatanan suatu organisasi).
5.      Sintesis (syntesis), yaitu proses memadukan bagian-bagian secara logis sehingga menjadi satu pola berstruktur/berpola baru.
6.      Penilaian (evaluation), yaitu kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide.
Keenam jenjang di atas berkelanjutan dan tumpang tindih dimana aspek yang lebih tinggi, evaluasi, meliputi aspek lainnya. Maka kemampuan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai tingkat yang paling tinggi, evaluasi. Aspek kognitif dapat diukur melalui tes atau pertanyaan lisan di kelas, pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non-obyektif atau uraian bebas, jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portofolio dan performance.
Namun pada umumnya metode penilaian yang digunakan saat ini hanya mengukur beberapa kemampuan kognitif tingkat rendah seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Padahal jika semua jenjang kemampuan kognitif diterapkan secara keseluruhan dan terus menerus, akan menghasilkan metode penilaian yang lebih baik.
Beberapa soal yang digunakan dalam mengukur kemampuan kognitif siswa umumnya bersifat tertutup, seperti “Tahun berapakah Perang Diponegoro terjadi?”. Selain jawaban yang bersifat tertutup biasanya siswa tidak diperkenankan membuka buku (close book). Soal tersebut hanya akan membuat siswa menghafal teks dalam buku dan mengabaikan kemampuan kognitif lainnya. Padahal menghafal atau kemampuan mengingat kembali merupakan kemampuan kognitif jenjang terendah.
Berbeda dengan bentuk pertanyaan berikut, “Mengapa Pangeran Diponegoro memutuskan untuk menyerah kepada Belanda?”. Pertanyaan demikian merupakan jenis pertanyaan terbuka dimana siswa dapat mengeksplorasi berbagai kemampuan kognitif mereka sehingga menghasilkan penilaian yang lebih akurat.    
Berikut ini dipaparkan hubungan jenjang kemampuan kognitif dengan tujuan kegiatan belajar.
No
Tingkatan
Deskripsi
Contoh
1
Pengetahuan
Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll.
·         Mengemukakan arti
·         Menentukan lokasi
·         Mendeskripsikan sesuatu
·         Menceritakan apa yang terjadi
·         Menguraikan apa yang terjadi
2
Pemahaman
Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan
·         Mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri
·         Membedakan atau membandingkan
·         Menginterpretasi data
·         Mendeskripsikan dengan kata-kata
·         Menjelaskan gagasan pokok
·         Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
3
Aplikasi
Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
·         Menghitung kebutuhan
·         Melakukan percobaan
·         Membuat peta
·         Membuat model
·         Merancang strategi
4
Analisis
Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut
·         Mengidentifikasi factor penyebab
·         Merumuskan masalah
·         Mengejukan pertanyaan untuk mencari informasi
·         Membuat grafik
·         Mengkaji ulang
5
Sintesis
Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru
·         Membuat desain
·         Menemukan solusi masalah
·         Menciptakan produksi baru
6
Evaluasi
Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat
·         Mempertahankan pendapat
·         Membahas suatu kasus
·         Memilih solusi yang lebih baik
·         Menulis laporan

2.      KemampuanAfektif
            Kemampuan afektif yang berkaitan dengan minat dan sikap ini, erat hubungannya dengan emosi anak didik. Jika kemampuan afektif pada anak tidak tumbuh atau muncul, maka efeknya secara tidak langsung si anak tidak dapat menyenangi atau fokus atau merespon dengan baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan atau diberikan. Sehingga kemampuan ini sangat perlu untuk diperhatikan secara lebih oleh tenaga pendidik maupun orang tua terhadap anak didik.
Kemampuan afektif dibagi kedalam lima jenjang menurut Taksonomi Bloom (1956), yaitu:
1.      Receiving atau attending : (menerima atau memeperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada  dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyelesaikan gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Contoh hasil belajar ranah afektif receiving adalah peserta didik memperhatikan gerakan-gerakan sholat yang dilakukan oleh orang muslim.
2.      Responding (menanggapi) mengandung arti "adanya parsitipasi aktif". Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dalam membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi dari pada jenjang receiving. Contoh hasil balajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau mengenali lebih dalam lagi ajaran-ajaran Islam tentang tata cara melakukan sholat.
3.      Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap sesuatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi dri pada receiving atau responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mampu menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan "itu adalah baik", maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya keinginan yang kuat pada diri peserta didik untuk melakukan ibadah sholat ketika waktu sholat itu tiba, dimanapun dia berada.
4.      Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga membentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai yang lain. Pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai afektif jenjang organization adalah peserta didik melaksanakan sholat wajib lima waktu sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
5.      Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai . nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya menjadi sebuah kebiasaan diri. Contoh daari nialai afektif ini adalah peserta didik menjadi terbiasa melakukan sholat wajib lima waktu tanpa harus ada perintah dari orang lain.

            Kemampuan afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena kemampuan yang dinilai dalam ranah afektif adalah:
1.      Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian.
2.      Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan.
3.      Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai.
4.      Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasi nilai, mamahami hubungan abstrak, mangorganisasi sistem suatu nilai.
Penilaian afektif memiliki tujuan utama yaitu mengetahui karakter siswa dalam proses pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut Chatib (2012), yaitu:
1.      Penilaian pada saat proses belajar sedang berlangsung. Pemberi nilai dalam kondisi ini dilakukan oleh guru kelas. Output-nya berbentuk laporan perkembangan siswa.
2.      Penilaian di luar proses belajar di dalam sekolah. pemberi nilai adalah semua guru di sekolah yang berkesempatan memantau sikap siswa. Laporannya berbentuk buku poin, buku pintar, dll.
3.      Penilaian di luar sekolah atau di rumah. pemberi nilai adalah orang tua. Laporannya berbentuk buku penyembung atau penghubung.
Penilaian afektif pada saat proses belajar adalah bagaimana sikap, respons, dan minat siswa terhadap proses belajar. Indikator penilaian afektif ini jumlahnya bermacam-macam, namun minimal harus memenuhi persyaratan indikator:
1.      Sikap siswa terhadap dirinya sendiri selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah kehadiran siswa.
2.      Sikap siswa dalam hubungan dengan guru selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah perhatian terhadap guru pada saat proses belajar berlangsung.
3.      Sikap siswa dalam hungungan dengan teman-temannya selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah sikap siswa terhadap teman-temannya pada saat proses belajar berlangsung (membuat keributan, mengajak ngobrol temannya, menjahili temannya, dll).
4.      Sikap siswa dalam hubungan dengan lingkungannya selama proses belajar. Contoh indikatornya adalah sikap siswa terhadap kebersihan kelas.
5.      Respon siswa terhadap materi pembelajaran. Contoh indikatornya adalah motivasi dan partisipasi siswa dalam materi pembelajaran.
Penialaian afektif di luar proses belajar adalah penilaian terhadap sikap dan perilaku siswa dipandang dari sikap internal dan hubungannya dengan lingkungan sekolah yang lain. Umumnya perilaku ini dibagi menjadi dua, yaitu perilaku baik atau buruk. kumpulan nilai perilaku ini dibukukan menjadi buku tertentu, misalnya dengan nama Buku Akhlaq, Buku Pandai, Buku Perilaku, dsb.
Contoh kasusnya, saat jam istirahat ada dua siswa yang berkelahi, anta A dan B. Guru yang melihat kejadian tersebut (utamanya guru kelas) harus mencatat dalam buku afektif atau perilaku milik kedua siswa tersebut, yang dicatat adalah pelaku dan kejadian yang terjadi. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah kejadian yang baik, maka sang guru juga harus mencatatnya. Siswa pun harus mengetahui bahwa perilaku mereka dicatat dalam buku afektif tersebut.
Buku tersebut dapat berupa tabel dengan isi kolom nomor, nama, tanggal, perilaku (baik dan buruk). Buku tersebut untuk setiap anak. Atau sekolah dapat mengkombinasikan pemberian poin merah umtuk perbuatan tidak baik dan poin biru untuk perbuatan baik. kemudian, hasil poin biru atau merah dalam jumlah tertentu akan mendapat apresiasi dan konsekuensi edukasi bagi siswa bersangkutan.
Penilaian afektif di rumah, biasanya dilakukan oleh orang tua untuk mengisi buku penyambung yang memuat kebiasaan-kebiasaan baik siswa di rumah, misalnya perilaku kebiasaan siswa sholat wajib berjamaah, membaca Al-Qur'an, membantu orang tua, pergi ke masjid, dsb.

Kemampuan psikomotorik ini erat kaitannya dengan kemampuan anak dalam menggerakkan dan menggunakan otot tubuhnya, kinerja, imajinasi, kreativitas, dan karya-karya intelektual (Chatib 2012). Beberapa contoh kegiatannya yaitu berenang, menari, melukis, menendang, berlari, melakukan gerakan sholat sampai dengan gerakan ibadah haji, dsb. Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu:
1.      Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatankegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.
2.      Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh,seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya.
3.      Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.
4.      Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.
5.      Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.
Alat penilaian psikomotorik meliputi (Chatib 2012):
1.      Tes kertas dan pensil, tujuannya adalah untuk melihat kemampuan siswa dalam menampilkan karya. Misalnya, desain alat, desain grafis, dan karya sastra.
2.      Tes identifikasi, tujuannya untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengidentifikasi sesuatu. Misalnya, kemampuan siswa menemukan unsur-unsur yang terkandung dalam sampah.
3.      Tes simulasi, aktivitas yang mencontoh sebuah manajemen yang real untuk disimulasikan dalam kelas dengan batasan aturan-aturan yang berlaku sebenarnya. Alat peraga yang dipakai dapat berupa alat tiruan atau imajinatif.
4.      Tes work-sample and project, tujuannya untuk menunjukkan apakah siswa mampu menggunakan alat sesungguhnya dalam hubungannya dengan materi pendidikan. Misalnya apakah siswa dapat menggunakan aplikasi komputer, melakaukan pengamatan dengan mikroskop, dll.

Penentuan rubrik penilaian. Contohnya, jumlah benar dan salahnya siswa mengelompokkan beberapa benda menurut kategori yang sudah ditentukan (untuk aktivitas pengelompokkan), kualitas ketepatan alasan yang disampaikan siswa (untuk aktivitas presentasi).
Penentuan angka skala penilaian. Contohnya, skala 1, 2, 3, 4, 5 dengan nilai tertinggi 5 dan terendah 1, dsb.
Pencatatan hasil aktivitas. Pencatatan ini dilakukan oleh guru pada saat aktivitas berlangsung, baik secara individu maupun berkelompok. kemudian aktivitas ini dimasukkan dalam lembaran portofolio ranah psikomotorik.

Cukup menarik salah satu ungkapan Benjamin S. Bloom bahwa, hasil penilaian tidak mutlak dan tidak abadi karena siswa terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya. Hal ini menjadi menarik ketika paradigma pendidikan di Indonesia hanya terkesan berfokus pada ranah kognitif saja. Dengan kata lain terkesan bahwa parameter keberhasilan siswa hanya ketika siswa bisa menjawab pertanyaan yang diinginkan guru. Padahal proses berfikir, sikap dan kreativitas merupakan aspek yang tak kalah penting sebagai parameter keberhasilan siswa dalam proses belajar.
Salah satu metode yang dapat merekam perkembangan siswa dari waktu ke waktu adalah metode portofolio. Pengertian portfolio sendiri secara sederhana adalah laporan lengkap (port; report berarti laporan, dan folio berarti penuh, lengkap, atau panjang). Sebagai suatu wujud benda fisik, portofolio adalah bundel, yaitu kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya hasil tes awal (pre-test), tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil tes akhir (post-test) dan sebagainya.
Portofolio merupakan collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran peserta didik, baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun sikap (afektif). Portfolio akan merangkum berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan perserta didik yang bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajar.
Bentuk-bentuk penilaian portofolio antara lain sebagai berikut:
1.      Kertas kerja yang berisi penilaian atas hasil kerja / kegiatan yang di berikan kepada siswa, tentunya di berikan nilai absolute untuk mempermudah penilaian;
2.      Buku catatan khusus (anecdotal record) yang mencatat segala bentuk kejadian mengenai perilaku siswa, khususnya selama berlangsungnya proses pembelajaran termasuk sosialisasinya;
3.      Respon yang di berikan siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan;
4.      Tes screening yang berguna untuk mengidentidfikasi keterampilan siswa setelah pengajaran dilakukan, misalnya: tes hasil belajar, PR, LKS; atau
5.      Bisa di tambahkan dengan pemberian ”star” atau bintang untuk siswa yang berhasil mendapatkan nilai atau penilaian yang baik/excellent  (optional).

Metode penilaian yang selama ini diterapkan  di sekolah - sekolah adalah model tes tertulis atau tes standar yang hanya mengukur tingkat kemampuan kognitif siswa saja. Berbeda dengan tes standar, portofolio memiliki beberapa kelebihan. Berikut ini beberapa perbedaan mendasar antara tes standar dan penilaian portofolio:
No.
Penilaian Portofolio
Penilaian Tes Standar
1.
Menilai siswa berdasarkan hasil kerja yang berkaitan dengan kinerja yang dinilai
Menilai siswa berdasarkan pencapaian tujuan tertentu
2.
Siswa ikut serta dalam menilai kemajuan yang dicapai dalam penyelesaian berbagai tugas yang dinilai
Penilaian hanya dilakukan oleh guru berdasarkan masukan yang terbatas
3.
Mewujudkan proses penilaian kolaboratif
Proses penilaian tidak ada kerjasama antara guru, siswa dan orang tua
4.
Bertujuan agar siswa mampu menilai diri sendiri
Kemampuan siswa dalam menilai diri sendiri bukan merupakan tujuan pembelajaran
5.
Menilai kemajuan, proses dan pencapaian akhir
Hanya menilai hasil akhir
6.
Dapat mengevaluasi kebutuhan, minat, kemampuan akademik dan karakteristik siswa secara individual
Hanya menialai siswa dalam kemampuan kognitif tingkat rendah
7.
Mengembangkan potensi siswa dalam melakukan self assessment (keterampilan menemukan kelebihan dan kekurangannya sendiri serta kemampuan menggunakan kelebihan dan mengatasi kelemahan merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa)
Memberikan informasi kepada siswa mengenai kemampuan akademiknya melalui nilai yang diperoleh setelah tes tertentu (formatif, sumatif, UAN)

Aspek yang diukur dalam penilaian portofolio adalah tiga domain perkembangan psikologi anak yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Jadi tidak ada salahnya jika kita mencoba metoda lengkap dan yang berdampak positif terhadap perkembangan siswa.

Sumber:
1.      Bloom BS, et al. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. (New York: David McKay, 1956)
2.      Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia. Cetakan XV.(Kaifa: Bandung, 2012)
3.      Dave R. 1967. Psychomotor domain. Berlin: International Conference of Educational Testing.
4.      Warwanto, Heribertus. Pendidikan Religiositas: gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. (Kanisius: Jakarta, 2009).
5.      Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, Badan Standar Nasional Pendidikan: Jakarta, 2007).
6.      Felissa , Ria. Penilaian Dengan Metode Portfolio Pada Anak Didik, Why Not ? Diakses di http://managedaily.co.id/journal/index/category/quality_management/142
8.      Ranah Penilaian Kognitif dan Psikomotorik. Diakses di http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/, pada 3 april 2013, pukul 9.42 WIB.

You Might Also Like

0 comments